Pengertian Rukun dan Macam-Macam Qiyas Dalam Ekonomi Islam

09.07
Pemabahasn kali ini akan membahas tentang pengertian qiyas, rukun qiyas, macam-macam qiyas, dasar hukum kiyas dari Al-qur'an, dasar hukum qiyas dari Hadits, dasar hukum qiyas dari perbuatan sahabat, peran qiyas dalam ekonomi islam, gadai, larangan berdagang di hari jum'at kerika sudah dikumandakan adzan jum'at, pengertian qiyas illat, macam-macam qiyas illat dan qiyas khafi.

Peranan Qiyas Dalam Ekonomi Islam


Dasar hukum ekonomi islam bersumber dari Al-Qur'an yaitu firman Allah yang di turunkan kepada nabi Muhammad melalui malaikat jibril secara berangsur-angsur. 

Al-Hadits yaitu segala perkataan, perbuatan, ketetapan dan persetujuan yang dilakukan oleh Nabi. Ijma' adalah keputusan para ulama dalam memutuskan hukum atau menghukumi halal, sunnah, makruh, mu'bah atau haram.  dan Qiyas.

Pengertian Qiyas

Qiyas Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut madzhab yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam.

Qiyas menurut bahasa Arab berarti menyamakan, membandingkan atau mengukur, seperti menyamakan si A dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama, bentuk tubuh yang sama, wajah yang sama dan sebagainya.

Qiyas juga berarti mengukur, seperti mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula membandingkan sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan-persamaannya.

 Menurut para ulama ushul fiqh, ialah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan 'illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu. Agar lebih mudah memahaminya dikemukakan contoh berikut: 
     
Minum narkotik adalah suatu perbuatan yang perlu diterapkan hukumnya, sedang tidak satu nashpun yang dapat dijadikan sebagai dasar hukumnya.

Untuk menetapkan hukumnya dapat ditempuh cara qiyas dengan mencari perbuatan yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash, yaitu perbuatan minum khamr, yang diharamkan berdasar

firman Allah SWT yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamr; berjudi, menyembah patung dan mengundi nasib dengan anak panah tidak lain hanyalah suatu yang kotor, termasuk perbuatan syaitan, karena itu hendaklah kamu jauhi agar kamu mendapat keberuntungan." (al-Mâidah: 90)
     
Antara minum narkotik dan minum khamr ada persamaan, illatnya, yaitu sama-sama berakibat memabukkan para peminumnya, sehingga dapat merusak akal. Berdasarkan persamaan 'illat itu ditetapkanlah hukum meminum narkotik itu yaitu haram, sebagaimana haramnya meminum khamr.

DASAR HUKUM QIYAS 

Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut madzhab yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam.

Hanya mereka berbeda pendapat tentang kadar penggunaan qiyas atau macam-macam qiyas yang boleh digunakan dalam mengistinbathkan hukum, ada yang membatasinya dan ada pula yang tidak membatasinya, namun semua mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar.
   
Hanya sebagian kecil para ulama yang tidak membolehkan pemakaian qiyas sebagai dasar hujjah, diantaranya ialah salah satu cabang Madzhab Dzahiri dan Madzhab Syi'ah. Mengenai dasar hukum qiyas bagi yang membolehkannya sebagai dasar hujjah, ialah al-Qur'an dan al-Hadits dan perbuatan sahabat yaitu:

a.Al-Qur'an 

1)Allah SWT berfirman:
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan ulil amri kamu, kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu beriman kepada Allah dan  hari akhirat. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (an-Nisâ': 59) 

b.Al-Hadits. 

Setelah Rasulullah SAW melantik Mu'adz bin Jabal sebagai gubernur Yaman, beliau bertanya kepadanya,artinya:

"Bagaimana (cara) kamu menetapkan hukum apabila dikemukakan suatu peristiwa kepadamu? Mu'adz menjawab: Akan aku tetapkan berdasar al-Qur'an. Jika engkau tidak memperolehnya dalam al-Qur'an? Mu'adz berkata: Akan aku tetapkan dengan sunnah Rasulullah. Jika engkau tidak memperoleh dalam sunnah Rasulullah? Mu'adz menjawab: Aku akan berijtihad dengan menggunakan akalku dengan berusaha sungguh-sungguh. (Mu'adz berkata): Lalu Rasulullah menepuk dadanya dan berkata: Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk petugas yang diangkat Rasulullah, karena ia berbuat sesuai dengan yang diridhai AllahdanRasul-Nya."
(HR.Ahmad Abu Daud danat-Tirmidzi)

c.Perbuatan sahabat 

Para sahabat Nabi SAW banyak melakukan qiyas dalam menetapkan hukum suatu peristiwa yang tidak ada nashnya. Seperti alasan pengangkatan Khalifah Abu Bakar.

Menurut para sahabat Abu Bakar lebih utama diangkat menjadi khalifah dibanding sahabat-sahabat yang lain, karena dialah yang disuruh Nabi SAW mewakili beliau sebagai imam shalat di waktu beliau sedang sakit.

Jika Rasulullah SAW ridha Abu Bakar mengganti beliau sebagai imam shalat, tentu beliau lebihridhajikaAbuBakar Menggantikan beliau sebagai kepala pemerintahan

Khalifah Umar bin Khattab pernah menuliskan surat kepada Abu Musa al-Asy'ari yang memberikan petunjuk bagaimana seharusnya sikap dan cara seorang hakim mengambil keputusan.

Diantara isi surat beliau itu ialah:  "kemudian pahamilah benar-benar persoalan yang dikemukakan kepadamu tentang perkara yang tidak terdapat dalam al-Qur'an dan Sunnah.

Kemudian lakukanlah qiyas dalam keadaan demikian terhadap perkara-perkara itu dan carilah contoh-contohnya, kemudian berpeganglah kepada pendapat engkau yang paling baik di sisi Allah dan yang paling sesuai dengan kebenaran…"

Pengertian Rukun dan Macam-Macam Qiyas Dalam Ekonomi Islam

RUKUN QIYAS 

 Ada empat rukun giyas ,yaitu:

 a. Ashal, yang berarti pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash. Ashal disebut juga maqis 'alaih (yang menjadi ukuran) atau musyabbah bih (tempat menyerupakan), atau mahmul 'alaih (tempat membandingkan);

b. Fara' yang berarti cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasar. Fara' disebut juga maqis (yang diukur) atau musyabbah (yang diserupakan) atau mahmul (yang dibandingkan);

c. Hukum ashal, yaitu hukum dari ashal yang telah ditetapkan berdasar nash dan hukum itu pula yang akan ditetapkan pada fara' seandainya ada persamaan 'illatnya;dan

d. 'IIIat, yaitu suatu sifat yang ada pada ashal dan sifat itu yang dicari pada fara'. Seandainya sifat ada pula pada fara', maka persamaan sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hukum fara' sama dengan hukum ashal.

Sebagai contoh adalah menjual harta anak yatim adalah suatu peristiwa yang perlu ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasarnya.

Peristiwa ini disebut fara'. Untuk menetapkan hukumnya dicari suatu peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash yang illatnya sama dengan peristiwa pertama.

Peristiwa kedua ini memakan harta anak yatim yang disebut ashal. Peristiwa kedua ini telah ditetapkan hukumnya berdasar nash yaitu haram (hukum ashal) berdasarkan firman Allah SWT, artinya:
 "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dhalim sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala(neraka)."(an-Nisâ':10) 

 Macam-Macam Qiyas

Qiyas dapat dibagi kepada tiga macam, yaitu: 1. Qiyas 'illat; 2. Qiyas dalalah; dan 3.Qiyas syibih.

a.Qiyas 'illat 

Qiyas 'illat, ialah qiyas yang mempersamakan ashal dengan fara' karena keduanya mempunyai persamaan 'illat .Qiyas 'illat terbagi:

1.Qiyas jali 

Ialah qiyas yang 'illatnya berdasarkan dalil yang pasti, tidak ada kemungkinan lain selain dari 'illat yang ditunjukkan oleh dalil itu. Qiyas jali terbagi kepada:

a. Qiyas yang 'illatnya ditunjuk dengan kata-kata, seperti memabukkan adalah 'illat larangan minum khamr,yang disebut dengan jelas dalam nash.

b. Qiyas mulawi. Ialah qiyas yang hukum pada fara' sebenarnya lebih utama ditetapkan dibanding dengan hukum pada ashal. Seperti haramnya hukum mengucapkan kata-kata "ah" kepada kedua orangtua berdasarkan firman Allah SWT:

"Maka janganlah ucapkan kata-kata "ah" kepada kedua orangtua(mu)." (al-Isrâ': 23) 
'Illatnya ialah menyakiti hati kedua orangtua. Bagaimana hukum memukul orang tua? Dari kedua peristiwa nyatalah bahwa hati orang tua lebih sakit bila dipukul anaknya dibanding dengan ucapan "ah" yang diucapkan anaknya kepadanya.

Karena itu sebenarnya hukum yang ditetapkan bagi fara' lebih utama disbanding dengan hokum yang ditetapkan pada ashal.

c. Qiyas musawi Ialah qiyas hukum yang ditetapkan pada fara' sebanding dengan hukum yang ditetapkan pada ashal, seperti menjual harta anak yatim diqiyaskan kepada memakan harta anak yatim. 'Illatnya ialah sama-sama menghabiskan harta anak yatim. Memakan harta anak yatim haram hukumnya berdasarkan firman Allah SWT:

"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara aniaya, ia tidak lain hanyalah menelan api neraka ke dalam perutnya." (an-Nisâ': 10) 
Karena itu ditetapkan pulalah haram hukumnya menjual harta anak yatim. Dari kedua peristiwa ini nampak bahwa hukum yang ditetapkan pada ashal sama pantasnya dengan hokum yang ditetapkan pada fara'.

2.Qiyas khafi 

  Ialah qiyas yang 'ilIatnya mungkin dijadikan 'illat dan mungkin pula tidak dijadikan 'illat, seperti mengqiyaskan sisa minuman burung kepada sisa minuman binatang buas.

"IlIatnya ialah kedua binatang itu sama-sama minum dengan mulutnya, sehingga air liurnya bercampur dengan sisa minumannya itu. 'IlIat ini mungkin dapat digunakan untuk sisa burung buas dan mungkin pula tidak, karena mulut burung buas berbeda dengan mulut binatang buas. Mulut burung buas terdiri dari tulang atau zat tanduk.

Tulang atau zat tanduk adalah suci, sedang mulut binatang buas adalah daging, daging binatang buas adalah haram, namun kedua-duanya adalah mulut, dan sisa minuman. Yang tersembunyi di sini ialah keadaan mulut burung buas yang berupa tulang atau zat tanduk.

b.Qiyas dalalah 

    Qiyas dalalah ialah qiyas yang 'illatnya tidak disebut, tetapi merupakan petunjuk yang menunjukkan adanya 'illat untuk menetapkan sesuatu hukum dari suatu peristiwa. 
Seperti harta kanak-kanak yang belum baligh, apakah wajib ditunaikan zakatnya atau tidak. Para ulama yang menetapkannya wajib mengqiyaskannya kepada harta orang yang telah baligh, karena ada petunjuk yang menyatakan 'illatnya, yaitu kedua harta itu sama-sama dapat bertambah atau berkembang.

Tetapi Madzhab Hanafi, tidak mengqiyaskannya kepada orang yang telah baligh, tetapi kepada ibadah, seperti shalat, puasa dan sebagainya.

Ibadah hanya diwajibkan kepada orang yang mukallaf, termasuk di dalamnya orang yang telah baligh, tetapi tidak diwajibkan kepada anak kecil (orang yang belum baligh). Karena itu anak kecil tidak wajib menunaikan zakat hartanya yang telah memenuhi syarat-syarat zakat.

c.Qiyas syibih 

Qiyas syibih ialah qiyas yang fara' dapat diqiyaskan kepada dua ashal atau lebih, tetapi diambil ashal yang lebih banyak persamaannya dengan fara'. 

Seperti hukum merusak budak dapat diqiyaskan kepada hukum merusak orang merdeka, karena kedua-duanya adalah manusia. Tetapi dapat pula diqiyaskan kepada harta benda, karena sama-sama merupakan hak milik. Dalam hal ini budak diqiyaskan kepada harta benda karena lebih banyak persamaannya dibanding dengan diqiyaskan kepada orang merdeka.

 Sebagaimana harta budak dapat diperjualbelikan, diberikan kepada orang lain, diwariskan, diwakafkan dan sebagainya.

Peran Qiyas Dalam Ekonomi Islam

1. Dilarang menawar barang yang sedang ditawar oleh kawannya, berdasarkan hadist,
Artinya:
 “….dan janganlah menjual barang yang sedang ditawar saudaramu (HR bukhari dan muslim dari abi hurairah)”
Dengan dasar itulah mayoritas ulama memilih pendapat haramnya bentuk-bentuk jual beli semacam itu, bahkan menganggapnya sebagai kemaksiatan.

Karena transaksi tersebut terjadi sebelum terlaksananya transaksi pertama. Kalau transaksi kedua terjadi setelah terlaksananya transaksi pertama, sementara si pembeli tidak mungkin membatalkan transaksi tersebut, tidak ada larangan dalam hal ini, karena masalah tersebut tidak menimbulkan bahaya. Transaksi jual beli tersebut tanpa seizin penjual pertama.

Kalau penjual pertama mengizinkannya, tidak menjadi masalah, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “kecuali bila penjual pertama atau peminang pertama mengizinkannya.”

2. Berjual beli di waktu adzan pada hari jum’at diharamkan bedasarkan firman Allah:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman apabila diseur untuk menunaikan sholat pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkan jual beli”.

Analisis rukun Qiyas pada ayat tersebut menunjukkan bahwa keempat rukun Qiyas telah ada, yaitu :

  • jual-beli (al bai’) pada saat adzan Jumat sebagai masalah pokok,
  • ijarah sebagai masalah cabang,
  • haramnya jual-beli saat adzan Jumat sebagai hukum masalah pokok, yang dapat diterapkan juga pada masalah cabang (ijarah),
  • illat, yaitu melalaikan shalat Jumat.


Dengan adanya keempat rukun Qiyas tersebut, dihasilkan hukum masalah cabang, yaitu haramnya ijarah pada saat adzan Jumat

3. Jual beli 'arayah

Jual beli ‘arayah ialah menjual buah kurma yang masih di pohonnya dengan kurma yang sudah kering diperbolehkan sebagai pengecualian larangan menukar sesuatu yang sama jenisnya kalau takarannya berbeda. Kebolehan jual beli ‘arayah ini diterangkan dalam hadist,

Artinya: “Rasulullah SAW memberikan kemudahan jual beli ‘arayah bahwa menjual kurma yang dipohonnya dengan takaran”. (HR Bukhari dan muslim dari said bin sabit)

4. Memebeli makanan dengan sistem gadai

عَÙ†ْ عَاِئشَØ©َ رضي الله عنها Ø£َÙ†ْ انبي صلى الله عليه وسلم Ø¥ِØ´ْتَرِÙ‰ Ø·َعًامًا Ù…ِÙ†ْ ÙŠَÙ‡ٌÙˆْدِÙŠً إلى Ø£َجَÙ„ٍ ÙˆَرَÙ‡َÙ†َÙ‡ُ دِرْعًا Ù…ِÙ†ْ Ø­َدِ ÙŠْدٍ "رواه البخارى Ùˆ مسلم

 Dari Aisyah r.a Berkata Nabi S.A.W membeli suatu makanan dari seorang yahudi secara tempo dengan menggadaikan baju besi HR. Bukhori Muslim

Dari hadits di atas bahwasannya sistim gadai telah di contohkan oleh Rosulullah. Ketika kita berada dalam perjalanan sedangkan kita membutuhkan makanan atau yang lainnya, sedangkan tidak membawa uang sama sekali hanya membawa hand pon misalnya, maka gadaikanlah dengan makanan yang diinginkan dengan syarat terjadi kesepakatan antara keduanya saling meridoi.

Sepertihalnya pegadaian-pegadaian yang melayani jasa pegadaian emas, alat-alat ektronik dll, semua itu sah-sah saja jika semua sarat terpenuhi.

Dihadis tersebut dijelaskan bahwa rosul melakukan teransaksi dengan orang yahudi, maksudnya bahwa rosulullah tidak membatasi bermuamalah umatnya atau kegiatan-kegiatan yang bersifat duniawi seperti kegiatan ekonomi karna islam adalah rahmatan lilalamin atau universal. Karna dalam perdagangan pun bisa kita sebarkan islam.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »