Metode Pencatatan Persediaan
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa kegiatan utama perusahaan dagang adalah membeli barang dagangan kemudian menjualnya kembali tanpa mengubah bentuk maupun fungsinya.Dalam hal ini akan timbul beberapa permasalahan, yaitu dalam menentukan persediaan akhir. Cara menentukan harga pokok barang dan nilai persediaan akhir akan sangat bergantung pada metode pencatatan persediaan yang dilakukan oleh perusahaan. Metode pencatatan persediaan barang dagangan dalam akuntansi ada dua yaitu:
1. Metode Fisik (Periodik)
Metode pencatatan persediaan secara fisik biasa disebut juga dengan sistem periodik (periodic inventory system), karena untuk menentukan nilai atau harga pokok persediaan barang dagangan di akhir periode akuntansi harus dilakukan penghitungan secara fisik (stock opname) di gudang tempat menyimpan barang yang bersangkutan untuk mengetahui besarnya persediaan barang dagangan pada akhir periode.Karena nilai persediaan barang dagangan tidak dapat diketahui melalui pencatatan, maka harga pokok barang yang terjual juga tidak dapat ditentukan dengan benar.
Oleh karena itu pada akhir periode akuntansi, setelah dihitung jumlah persediaan akhir barang tersebut secara akuntansi dibuatkan jurnal penyesuaian atas persediaan barang dagangan tersebut.
Penghitungan persediaan akhir barang dagangan ini antara lain dengan metode; FIFO (First In First Out), LIFO (Last In First Out), rata-rata sederhana, dan rata-rata tertimbang.
Metode FIFO ini yang digunakan pedoman adalah harga barang yang dibeli pertama digunakan untuk menentukan harga pokok barang yang terjual.
Metode LIFO menetapkan harga barang yang paling akhir (terbaru) dibeli digunakan sebagai dasar menentukan harga pokok barang yang laku dijual.
Dalam melakukan pencatatan persediaan barang dagangan dengan metode fisik ini setiap terjadi pembelian barang dagangan akan dicatat dalam rekening Pembelian, dan pada saat terjadi penjualan barang dagangan akan dicatat dalam rekening Penjualan tanpa mencatat harga pokok barang yang terjual tersebut. Berikut disajikan contoh jurnalnya.
Akurasi Prosedur:
Jurnal untuk Mencatat Pembelian Barang Dagangan
Jurnal untuk Mencatat Penjualan Barang Dagangan
Contoh:
Tanggal 1 Oktober 2006 Toko “Rejeki” membeli dengan kredit barang dagangan dari Toko “Makmur” 5.000 kg beras @ Rp5.000,00 senilai Rp25.000.000,00.
Tanggal 5 Oktober 2006 Toko “Rejeki” menjual dengan kredit barang dagangan tersebut 4.000 kg beras @ Rp5.500,00 kepada Toko “Aman” senilai Rp22.000.000,00 dengan syarat (termin) pembayaran 2/10; n/30.
Berdasarkan transaksi tersebut dapat dicatat dalam jurnal berikut ini.
2. Metode Perpetual atau Terus-menerus (Continue)
Metode ini disebut perpetual atau terus-menerus (continue) karena aliran barang dagangan dapat diikuti secara terusmenerus setiap saat.Di dalam sistem ini, setiap saat dapat diketahui besarnya nilai atau harga pokok barang yang terjual serta jumlah persediaan barang dagangan di akhir periode akuntansi.
Metode pencatatan atas persediaan barang dagangan dilakukan secara berkelanjutan, menyangkut perubahan persediaan yang tercermin dalam rekening persediaan.
Pembelian dan penjualan (pengeluaran) barang dicatat secara langsung di rekening persediaan pada saat terjadinya transaksi.
Akurasi Konsep:
Karakter pencatatan dengan sistem perpetual sebagai berikut.
a. Pembelian barang dagangan untuk dijual akan dicatat dalam rekening persediaan barang dagangan bukan rekening pembelian.
b. Biaya angkut pembelian, retur, dan pengurangan harga pembelian, serta potongan tunai pembelian dicatat dalam rekening persediaan, bukan dalam rekening terpisah (rekening tersendiri retur dan pengurangan harga pembelian).
c. Harga pokok penjualan diakui pada saat penjualan dengan mendebit rekening harga pokok penjualan dan mengkredit rekening persediaan barang dagangan.
d. Persediaan merupakan rekening pengendali yang didukung oleh buku besar pembantu. Buku pembantu berisi catatan persediaan secara individual (tiap-tiap jenis barang dibuatkan suatu buku pembantu). Dalam buku pembantu ini memperlihatkan tentang kualitas dan harga tiap-tiap persediaan.
Dalam melakukan pencatatan persediaan barang dengan metode perpetual, setiap transaksi pembelian barang dicatat dalam persediaan barang. Apabila barang tersebut dijual, dicatat dalam penjualan, serta mencatat pula harga pokok barang yang dijual.
Penghitungan persediaan barang dagangan ini antara lain dengan metode; FIFO (First In First Out), LIFO (Last In First Out) dan rata-rata bergerak.
Metode FIFO ini yang digunakan pedoman adalah harga barang yang dibeli pertama digunakan untuk menentukan harga pokok barang yang laku dijual.
Metode LIFO menerapkan harga barang yang paling akhir (terbaru) dibeli digunakan sebagai dasar menentukan harga pokok barang yang laku dijual. Setiap perubahan arus barang, maka buku/kartu persediaan juga harus dicatat sehingga setiap perubahan akan terpantau besarnya barang yang masih ada di gudang perusahaan.
Jurnal untuk Mencatat Pembelian Barang Dagangan
Jurnal untuk Mencatat Penjualan Barang Dagangan
Contoh:
Tanggal 1 Oktober 2006 Toko “Rejeki” membeli dengan kredit barang dagangan dari Toko “Makmur” 5.000 kg beras @ Rp5.000,00 senilai Rp25.000.000,00 dengan syarat (termin) pembayaran 3/10; n/30.
Tanggal 5 Oktober 2006 Toko “Rejeki” menjual dengan kredit barang dagangan tersebut 4.000 kg beras @ Rp5.500,00 kepada Toko “Aman” senilai Rp22.000.000,00 dengan syarat (termin) pembayaran 3/10; n/30.
Berdasarkan transaksi tersebut dapat dicatat dalam jurnal berikut ini.
Pada metode perpetual ini setiap jenis barang harus dibuatkan buku pembantu persediaan yang akan digunakan untuk mencatat transaksi yang berkaitan dengan keluar masuknya barang dagangan yang bersangkutan.
Adapun contoh kartu persediaan adalah:
Keterangan Kolom:
1 : diisi dengan tanggal terjadinya pembelian barang dagangan.
2 : untuk mencatat uraian transaksi, baik yang masuk atau keluar serta nama pemasok atau pelanggan.
3 : untuk mencatat banyaknya barang yang masuk/dibeli.
4 : untuk mencatat harga perolehan barang per satuan barang yang masuk/dibeli.
5 : untuk mencatat harga jumlah harga perolehan (banyaknya barang X harga per unit) barang yang masuk/dibeli.
6 : untuk mencatat banyaknya barang yang keluar/dijual.
7 : untuk mencatat harga perolehan barang per satuan barang yang keluar/dijual.
8 : untuk mencatat harga jumlah harga perolehan (banyaknya barang X harga per unit ) barang yang
keluar/dijual.
9 : untuk mencatat banyaknya barang yang masih ada/ tersisa.
10 : untuk mencatat harga perolehan barang per satuan barang yang masih ada/tersisa.
11 : untuk mencatat harga jumlah harga perolehan (banyaknya barang X harga per unit) barang yang masih ada/tersisa.
Dari kartu persediaan (buku pembantu persediaan) ini perusahaan dapat mengetahui dan memantau aliran barang yang dibeli dan yang laku dijual serta setiap saat dapat mengetahui besarnya sisa barang (barang yang belum laku dijual).
Oleh karena itu, untuk menghitung harga pokok penjualan tidak perlu lagi menghitung secara fisik jumlah barang yang masih ada dalam gudang.
Contoh:
Tanggal 1 Oktober 2006 Toko “Rejeki” membeli dengan tunai barang dagangan dari Toko “Makmur” 5.000 kg beras @ Rp5.000,00 senilai Rp25.000.000,00 dengan syarat (termin) pembayaran 3/10; n/30.
Tanggal 5 Oktober 2006 Toko “Rejeki” menjual dengan kredit barang dagangan tersebut 4.000 kg beras @ Rp5.500,00 kepada Toko “Aman” senilai Rp22.200.000,00 dengan syarat (termin) pembayaran 2/10; n/30.
Transaksi yang ada di Toko “Rejeki” dapat dicatat dalam buku persediaan berikut ini.
Akurasi Prinsip:
Dapat disimpulkan tentang perbedaan antara pencatatan persediaan sebagai berikut.
EmoticonEmoticon